Kampung Al-Azhar di Ujung Harapan


































Kampung Al-Azhar di Ujung Harapan

Di tengah bangsa Indonesia sedang menikmati pesta demokrasi menyambut presiden barunya yang ke-7, berita duka datang dari negeri Mesir. Berita tentang peristiwa penyiksaan yang menimpa empat mahasiswa asal Indonesia.

Dengan tuduhan terlibat jaringan partai terlarang, mereka ditangkap dan diinterogasi dengan penyiksaan menggunakan sengatan listrik, termasuk kepada bagian tubuh yang pribadi (Republika, 7/07/09).Hal ini tentu sangat mengejutkan siapapun karena image yang terbangun selama ini bahwa Mesir adalah tempat yang kondusif bagi para pelajar muslim Indonesia yang ingin melanjutkan studi ke-Islaman di perguruan tinggi di luar negeri. Pada tahun 2008 saja, menurut catatan resmi, terdapat 5083 orang Indonesia yang kuliah di Mesir di berbagai strata pendidikan, sebagian besar belajar di Al-Azhar, Kairo. Khusus yang berasal dari Jakarta (termasuk dari Bekasi dan daerah sekitar Jakarta) yang kuliah di Mesir dan tergabung dalam organisasi KPJ (Keluarga Pelajar Jakarta) tidak kurang berjumlah sekitar 300-an lebih. Hal ini telah menempatkan Mesir sebagai negara dengan jumlah pelajar asal Indonesia terbanyak dibandingkan negara-negara Timur Tengah lainnya, seperti Saudi Arabia, Yaman, dan Syiria, juga di Afrika, seperti Libya, Sudan, Tunisia, dan Maroko.

Tingginya minat pelajar Indonesia untuk kuliah di Mesir, khususnya di Al-Azhar, Kairo, karena beberapa sebab, yaitu diantaranya: pertama, prosedurnya yang mudah; kedua, Universitas Al-Azhar, Kairo merupakan universitas Islam tertua di dunia Islam yang masih eksis. Dengan pengalamannya yang panjang dalam dunia akademis, tentu saja banyak sarjana Islam dengan hasil karya yang berbobot yang dihasilkannya dan tersimpan dengan baik di perpustakaannya sehingga menjadi refrensi langka dan berharga yang dapat membantu kelancaran studi mahasiswa generasi selanjutnya; ketiga, biaya kuliah dan biaya hidup yang relatif murah. Walau sekarang Universitas Al-Azhar, Kairo menarik biaya administrasi kuliah yang dulunya digratiskan, namun masih lebih murah dibandingkan biaya administrasi kuliah di Negara lain. Begitu pula dengan biaya hidupnya. Khusus bagi masyarakat Betawi, ada dua sebab tambahan, yaitu: pertama, Mesir merupakan tempat berkembangnya Mazhab Syafi`i, tempat di makamnya Imam Syafi`i, dan negara yang sangat toleran terhadap keberadaan mazhab-mazhab dan tradisi Islam yang beraneka ragam., khususnya terhadap mazhab fiqih Syafi`i, mazhab fiqihnya masyarakat Betawi, dengan segala tradisi Islamnya. walaupun mayoritas penduduk Mesir menganut Mazhab Hanafi. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab Macan Betawi, Syaikh Dr. Nahrawi Abdus Salam, untuk tidak pulang ke Indonesia setelah menunaikan ibadah haji, tetapi meneruskan perjalanannya untuk kuliah dan menetap di Mesir selama puluhan tahun dan menyelesaikan karya monumental yang merupakan desertasi doktornya tentang Imam Syafi`i yang berjudul Al-Imam Asy-Syafi’i Bainal Mazhabaihil Qadim wal Jadid dan telah diterjemahkan serta diterbitkan oleh JIC bekerjasama dengan penerbit Hikmah yang diberi judul Ensiklopedia Imam Syafi`I; dan kedua, banyaknya putra-putri Betawi yang berhasil menyelesaikan studinya di Al-Azhar, Kairo dan memiliki reputasi yang bagus karena kiprah mereka di tengah-tengah ummat. Sebagian bahkan menjadi ulama terkemuka selain Syaikh Dr. Nahrawi Abdus Salam, seperti misalnya: KH. Amien Noer, Lc., MA, Ketua Umum MUI Bekasi, Dr.. Mukhlis M.Hanafi, pakar tafsir yang meraih gelar doktornya dengan predikat 'summa cum laude; dan Dr. Faizah Ali Sibromalisi, cucu dari Guru Mughni, Kuningan.

Khusus KH. Amien Noer, Lc., MA, beliau sangat berperan dalam mendorong putra-putri Betawi di Bekasi, diantaranya yang berada di bawah naungan lembaga pendidikan Islam At-Taqwa yang beliau pimpin, untuk meneruskan pendidikannya di Al-Azhar, Kairo. Sudah lebih dari 60 orang yang menjadi alumninya, dan sekitar 40-an orang menetap di Kampung Ujung Harapan (dulu Ujung Malang). Tidak heran jika kemudian Ujung Harapan dijuluki sebagai Kampung Al-Azhar karena banyaknya warga kampung tersebut yang merupakan lulusan dari Al-Azhar, Kairo. Para alumni Al-Azhar, Kairo ini juga sangat berperan dalam menciptakan kehidupan yang Islami di kampung ini. Maka tidak heran kika kita datang ke Ujung Harapan, nuansa Islam begitu kental. Salah satu contohnya, sebagaimana yang dikatakan KH. Amien Noer, warga di Ujung Harapan lebih akrab menyebut masjid atau musholla di wilayahnya daripada RT/RW jika ditanya domisilinya. Jadi jika ada seseorang mencari rumah yang mau dikunjunginya di Ujung Harapan cukup menyebut nama masjid atau mushollahnya saja. Maka bisa dikatakan, Ujung Harapan merupakan salah satu prototipe kampung Islami, masyarakat madani, yang patut ditiru oleh kaum muslimin di Indonesia.

Wal hasil dari penjelasan di atas, minat ummat Islam di Jakarta dan sekitarnya, khususnya di Betawi, untuk mengirim anak-anak mereka kuliah di Mesir, khususnya di Al-Azhar, masih tetap tinggi. Walapun kasus yang menimpa empat mahasiswa Indonesia tersebut sedikit banyak akan mempengaruhi pertimbangan orang tua dan calon mahasiswa. Oleh karenanya, pihak-pihak terkait, dalam hal ini Deplu RI, untuk segera mengambil langkah cepat dengan meminta pemerintah Mesir segera meminta ma`af atas terjadinya peristiwa tersebut, ebih memperhatikan keamanan dan kenyamanan mahasisiwa Indonesia yang sedang belajar di sana dan lebih proaktif untuk menjelaskannya kepada orang tua mahasiswa dan calon mahasiwa di tanah air mengenai kondisi sebenarnya yang terjadi atas peristiwa tersebut agar tidak timbul kekhawatiran atas nasib anak-anak mereka, aset bangsa yang akan berperan dalam pembentukan kesalehan sosal, masyarakat madani di negeri ini.

Read more

Pengikut